Oleh: Diah Rismawati
Sungailiat, 2 September 2024 — Penelitian terbaru oleh Diah Rismawati Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Anak Bangsa mengungkapkan beberapa faktor kunci yang memengaruhi rendahnya minat ibu dalam penggunaan alat kontrasepsi IUD di wilayah kerja Puskesmas Sungailiat pada tahun 2024.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2023, angka pemakaian kontrasepsi pada pasangan usia subur (PUS) 15-49 tahun di Indonesia adalah sebesar 66,3%. Angka ini mengalami peningkatan sebesar 1,9% dibandingkan tahun 2022 yang sebesar 65,4%. Alat kontrasepsi yang banyak digunakan di Indonesia adalah metode suntik (46,47%), pil (25,81%), IUD (10,2%), Implan (8,82%), MOW (3,49%), kondom (2,96%), dan MOP (0,71%). Poroporsi akseptor KB IUD di Indonesia terbanyak di provinsi Yogyakarta 17, 6%, Provinsi Bagka Belitung berada di peringkat ke-20 dengan jumlah 11,20%, dan akseptor KB IUD terendah di provinsi Papua dengan jumlah 2,9%.
Proporsi penggunaan IUD di Kabupaten Bangka berdasarkan kecamatan terdiri dari kecamatan Belinyu 189 akseptor, Riau silip 93 akseptor, Bakam 104 akseptor, Sungailiat 132 akseptor, Puding Besar 117 akseptor, Merawang 85 akseptor, dan Mendo Barat 775 akseptor. Proporsi pengguna KB IUD di Kabupaten Bangka berdasarkan wilayah kerja puskesmas terdiri dari Puskesmas Kenanga 7,65%, Puskesmas Matras 7,06%, Puskesmas Air Ruai 6,54%, Puskesmas Sungailiat 6,48%, dan Puskesmas Sinar Baru 7,32%. Meskipun kebijakan pemerintah mendorong penggunaan kontrasepsi jangka panjang seperti IUD, minat ibu untuk menggunakan alat ini masih rendah.
Populasi penelitian mencakup 219 pasangan usia subur (PUS) yang terdaftar sebagai akseptor KB aktif di wilayah Puskesmas Sungailiat dari Januari hingga April 2024. Dari jumlah tersebut, 57 responden dipilih melalui teknik purposive sampling dengan variabel penelitian adalah Pengetahuan, Sikap, Kepercayaan, Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan Dukukungan Suami.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelima variabel tersebut memiliki hubungan terhadap rendahnya penggunaan minat ibu terhadap penggunaan KB IUD.
Variabel Pengetahuan ibu tentang IUD memiliki p-value 0,00, menunjukkan hubungan yang sangat signifikan, hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Laily Qamariah (2017). Hal ini sejalan dengan penelitian yang menunjukkan bahwa responden dengan pengetahuan yang kurang tentang kontrasepsi IUD, seperti manfaat jangka panjang dan kepraktisannya dibandingkan dengan pil yang harus dikonsumsi setiap hari atau suntik yang harus dilakukan setiap bulan, cenderung tidak memilih IUD. Selain itu, adanya pemahaman yang salah, seperti anggapan bahwa IUD dapat berpindah tempat atau keluar sendiri setelah pemasangan, juga memengaruhi keputusan mereka. Pengetahuan yang kurang tentang IUD menyebabkan kemungkinan penggunaan metode kontrasepsi ini semakin kecil, sebaliknya, semakin baik pengetahuan seseorang, semakin besar kemungkinan mereka untuk memilih IUD sebagai metode kontrasepsi.
Sikap ibu terhadap IUD juga berpengaruh dengan p-value 0,048, hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Ratna Sari Pandianga (2017) menyatakan terdapat hubungan yang bermakna antara sikap dengan penggunaan alat kontrasepsi IUD. Menurut asumsi peneliti, ibu yang bersikap positif terhadap penggunaan IUD lebih banyak dibandingkan dengan yang bersikap negatif. Penelitian mengindikasikan bahwa sikap ibu berpengaruh signifikan dalam menentukan minat mereka untuk menjadi akseptor KB IUD. Meskipun demikian, masih ada ibu yang bersikap negatif, disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang efektivitas IUD serta rasa malu terkait dengan prosedur pemasangan IUD yang dilakukan melalui vagina.
Berdasarkan hasil penelitian, Variabel kepercayaan terhadap alat kontrasepsi IUD menunjukkan p-value 0,00, yang menandakan hubungan yang sangat signifikan. Asumsi ini sejalan dengan temuan dari penelitian Ellyda Rizki Wijhati (2021), yang juga menunjukkan bahwa kepercayaan terhadap IUD berperan penting dalam menentukan minat ibu untuk menggunakan alat kontrasepsi ini. Asumsi ini mencakup keyakinan bahwa tingkat kepercayaan ibu terhadap efektivitas, keamanan, dan manfaat IUD memengaruhi keputusan mereka untuk memilih atau tidak memilih IUD sebagai metode kontrasepsi. Kepercayaan yang tinggi terhadap IUD diharapkan dapat meningkatkan kemungkinan ibu untuk menggunakan metode ini, sementara kepercayaan yang rendah dapat menghambat penggunaan IUD.
Diah Rismawati menekankan bahwa pemerintah daerah lewat dinas kesehatan perlu bekerja sama dengan BKKBN untuk Peningkatan Pengetahuan dan Edukasi untuk meningkatkan minat ibu terhadap penggunaan IUD, penting untuk menyelenggarakan program edukasi yang menyeluruh tentang manfaat jangka panjang dan kepraktisan IUD. Edukasi ini dapat dilakukan melalui seminar, workshop, atau kampanye informasi di komunitas untuk mengatasi kesalahpahaman dan meningkatkan pengetahuan tentang IUD. Peningkatan Dukungan Keluarga, mengingat pentingnya dukungan suami dalam keputusan penggunaan IUD, sebaiknya ada upaya untuk melibatkan anggota keluarga dalam program edukasi. Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan sesi informasi khusus bagi pasangan atau keluarga untuk membahas manfaat dan prosedur penggunaan IUD. Pengurangan Stigma dan Rasa Malu terkait pemasangan IUD, penting untuk mengedukasi masyarakat mengenai prosedur pemasangan yang aman dan nyaman. Penyuluhan harus mencakup informasi tentang pengelolaan rasa malu dan cara-cara untuk merasa lebih nyaman dengan prosedur medis. Peningkatan Akses dan Kualitas Fasilitas Kesehatan, Pemerintah dan pihak berwenang perlu memastikan bahwa fasilitas kesehatan yang menyediakan layanan pemasangan IUD memiliki kualitas yang baik dan mudah diakses. Hal ini termasuk pelatihan bagi tenaga medis dan penyediaan fasilitas yang mendukung kenyamanan pasien. Penyuluhan Berbasis Bukti hasil penelitian, penting untuk menggunakan bukti ilmiah dalam penyuluhan dan kampanye kesehatan. Mengintegrasikan temuan terbaru dan data yang valid akan memperkuat pesan edukasi dan membantu mengatasi kekhawatiran atau misinformasi tentang IUD dan yang terakhir adalah Penguatan Program Keluarga Berencana: Program keluarga berencana di tingkat lokal perlu diperkuat dengan fokus pada metode kontrasepsi jangka panjang seperti IUD. Ini termasuk mempromosikan manfaat IUD secara luas dan menyediakan informasi yang mudah diakses bagi masyarakat umum.